KABARNYATA, JAKARTA — Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menjanjikan akan memperjuangkan afirmasi tambahan dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru. Hal ini menyusul berbagai keluhan yang disampaikan para peserta senior belakangan. “Kami di dalam panitia seleksi akan memperjuangkan dalam bentuk afirmasi. Tentunya, tapi ini bukan Kemendikbudristek. Masyarakat juga harus mengerti ini keputusan berbagai pihak di dalam pansel. Jadi, harus ada konsensus,” ujar Nadiem pada rapat kerja dengan parlemen, Kamis (23/9).
Dia menyatakan, di antara afirmasi tambahan yang diperjuangkan adalah afirmasi untuk daerah-daerah yang kekurangan guru serta untuk guru yang berusia di atas 50 tahun. “Kami akan terus memperjuangkan dengan Panselnas (panitia seleksi nasional) untuk bisa menangkap atau mengakomodasi aspirasi masyarakat tanpa mengorbankan integritas tes seleksi ini dan tanpa mengorbankan kualitas pendidikan anak-anak kita,” kata dia.
Dalam kebijakan sebelumnya, afirmasi diberikan pada peserta yang memiliki sertifikat pendidik linear dengan jabatan yang dilamar, penyandang disabilitas, serta peserta di atas 35 tahun dengan waktu mengajar minimal tiga tahun. Guru honorer kategori II (K-2) juga dapat afirmasi tersendiri. Tambahan nilai tersebut berlaku secara kumulatif. Meski demikian, afirmasi ini dinilai belum cukup membantu para guru honorer. Terbukti, pada seleksi tahap I yang berakhir pekan lalu hanya 94 ribu guru honorer lolos dari 326.476 formasi yang terisi pelamar atau 29 persen saja.
Ia meminta mereka yang tak lolos agar tak khawatir. Sebab, mereka masih dapat mengikuti seleksi guru PPPK tahap II dan III pada Oktober dan Desember mendatang. “Guru yang melewati passing grade tahun ini, tapi tidak mendapat formasi dapat menggunakan nilai hasil tes tahun ini pada tahun selanjutnya,” kata Nadiem.
Dia yakin akan makin banyak guru honorer yang mengikuti seleksi diangkat menjadi guru PPPK pada tes tahap II dan III. Seleksi PPPK guru tahap satu juga diwarnai persoalan kekosongan pelamar formasi. “Ada formasi kosong 179.771, hampir 180 ribu. Formasi kosong ini kebanyakan di daerah terpencil. Ini sangat penting sebenarnya,” ujar Nadiem.
Terkait afirmasi penilaian, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim meminta pemberian afirmasi tambahan diberikan kepada sejumlah kategori. Pertama, untuk semua guru honorer eks K-2 yang kemarin mengikuti seleksi PPPK diberikan afirmasi dengan poin minimal 35 persen.
Menurut Salim, mereka adalah kelompok guru yang muncul akibat kebijakan pemerintah, yang belum tuntas mengangkat mereka menjadi PNS pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sudah mengajar sebelum 2005. “Artinya, negara punya utang sejarah terhadap guru K-2 ini yang belum tuntas diangkat,” kata Salim.
Kemudian, untuk guru nonkategori atau yang bukan K-2, dia meminta agar mereka diberikan afirmasi tambahan berdasarkan lama mengabdi, bukan usia belaka. “Simulasinya, misal, pengabdian 3-5 tahun 15 persen, 6-10 tahun 20 persen, 11-15 tahun 25 persen, 16-20 tahun 30 persen, 21-25 tahun 35 persen, dan seterusnya,” kata dia. Apabila skema afirmasi tambahan berdasarkan poin itu tak dapat dilakukan pemerintah, P2G meminta adanya penurunan passing grade (PG) atau ambang batas kelulusan. “Inilah skema yang lebih berkeadilan bagi kami P2G. Perlu diingat, diketahui, cukup banyak guru di bawah 35 tahun, tapi sudah mengajar mengabdi sebagai honorer 5-10 tahun. Ini juga perlu mendapatkan afirmasi sesuai skema di atas. Mereka banyak yang menerima upah tak adil, Rp 300 ribu-Rp 500 ribu per bulan, padahal sudah mengabdi 5-10 tahun,” kata dia.
Guru honorer di SDN Timuhegar, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya, Sutardi (58 tahun), menyambut baik afirmasi tambahan untuk guru berusia di atas 50 tahun. “Kemarin nilai saya itu alhamdulillah sudah melewati passing grade. Tapi, ada teman seperjuangan saya nilainya kurang, saya ikut sakit juga,” kata dia. Ia menyebutkan, dari 17 teman dia guru honorer K-2 yang mengikuti seleksi PPPK, hanya dua yang nilainya mencapai passing grade.
Adapun Ketua Forum Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kategori 35 Tahun ke Atas (GTKHNK 35+) Kabupaten Ciamis Ajat Sudrajat mengapresiasi janji Mendikbudristek Nadiem. Namun, ia berharap afirmasi juga disesuaikan dengan lamanya pengabdian seorang guru. “Sebab, banyak guru yang sudah memiliki masa kerja di atas 10 tahun, tapi usianya belum mencapai 35 tahun sehingga tak mendapat afirmasi,” ujarnya.
Sumber : Republika,24/9/2021