KABARNYATA.COM—Menjelang Pilkada Para Calon Kepala Daerah telah menyusun Visi dan Misinya.
Visi secara sederhana adalah keinginan atau cita-cita seseorang ataunlembaga di masa depan, Sedangkan Misi adalah bagaimana seseorang ataunlembaga dapat mewujudkan cita-citanya tersebut.
Dilansir dari Tulisan Fahri As (8/9/04) melaui akun Fb menyampaikan bahwa , Seluruh visi misi kandidat calkada itu pasti baik dan dibikin secantik mungkin. Tak ada visi misi neraka, semuanya pasti surga. Tetapi programnya harus dipertanyakan, diuji dan kandidat harus mampu merasionalisasi itu kepada rakyat dan harus diperiksa apakah point² program itu related atau tidak dengan visi misinya dan RPJMD. Masyarakat perlu tahu apakah programnya itu masuk akal atau irasional dan dimungkinkan direalisasi ketika dia terpilih atau tidak.
Ada banyak variabel yg menentukan bisa tidaknya program itu berjalan.
Karena itu, Menurut Fahri, seluruh program yg diumbar untuk mengemis simpati publik itu harus diuji didepan sebelum rakyat tertipu 5 tahun bahkan 10 tahun.
Diujinya dengan apa? Dengan logika dan literatur. Disitu, fanatisme buta harus ditaruh dibelakang dan rasio ditempatkan di depan sbg alat ukur untuk menguji gagasan yg ditawarkan itu masuk akal dijalankan nantinya atau akan berubah jadi bualan semata dan bagaimana nasib rakyat jika program² itu dibatalkan pasca pilkada oleh fakta kalkulasi ekonomi, fakta ketidakadilan sosial dan carut marut pemerintahan daerah hingga perubahan arah kebijakan pemerintah pusat.
Ketua LSM Pukat Seram ini menyampaikan, Mau jadi kepala daerah anda berhak menjanjikan bahwa kemiskinan akan turun 70% dalam 5 tahun, misalnya. Tapi kita harus tanya bagaimana caranya anda lakukan itu, dengan metodologi apa mau dijalankan & bagaimana mengatasi kendala pra dan pasca program?
Mengapa seluruh keterangan itu harus kita bantah sejak awal? Karena ketika seseorang sudah memutuskan untuk jadi calon pemimpin, jadi pejabat publik atau jadi wakilnya rakyat ia akan dan harus kita tuntut, karena esok dia yang akan urusi hajat hidup rakyat.
Mau jadi pemimpin tidak cukup modal niat baik semata. Kalau Anda janjikan kesejahteraan dan kenaikan gaji, itu baik, bagus. Pertanyaannya bagaimana caranya? Terangkan itu sbg bentuk kemampuan berfikir kandidat bahwa dia nyalon dengan membawa pikiran dan gagasan baru yang tak sanggup dilakukan oleh mereka yg sedang memimpin
.Kalau pikirannya sama dan lama, apa bedanya yg baru dgn yg lama? Itu sama saja mutasi dari seekor singa lapar ke kawanan buaya rakus. Lanjutnya.
Dia harus tahu keadaan ekonomi, dia harus tahu berapa jumlah rakyatnya yg kesulitan akses ekonomi karena dimonopoli oleh para bandit, dia harus paham mengelola pemerintahan yg heterogen, kebijakannya nanti harus mampu dia lekatkan pada kepentingan publik, bukan keluarga atau kelompoknya, dia harus mengerti peran historis kelompok² yg berjasa mendirikan daerah dan mampu menempatkan mereka dalam porsinya, dia harus mampu menjamin dan memastikan keluarga dan kroninya tidak terlibat dan ikut campur dalam mengelola pemerintahan, dia harus mampu berikan garansi bebas dari KKN.
Mau jadi pemimpin itu bukan cuma bermodal 3B (bacot, baleho dan buzzer) atau modal bagi² sembako, bagi² jilbab, kostum olah raga atau seragam pengajian, tidak sedungu itu memaknai proses bernegara. Itu transaksi kemunafikan, bukan demokrasi yg bermartabat. Kompleksitas problem daerah bukan perkara mudah yg bisa diatasi dengan janji surga.
Jangan memberi janji melebihi kemampuan otak dalam mengeksekusi, jangan mengumbar harapan yang tak bisa dijawab dengan fakta keterbatasan anggaran dan SDM.
Karena ambisi politik bisa dibatalkan oleh kalkulasi ekonomi. Bila mendeteksi problem saja tak sanggup bagaimana mengatasi problem?
Disinilah pentingnya otak bukan ontal. ( KN-AS01)