Komponen penghargaan dan pengakuan pegawai ASN, terdiri atas penghasilan; penghargaan yang bersifat motivasi; tunjangan dan fasilitas; jaminan sosial; lingkungan kerja; pengembangan diri; dan bantuan hukum.
————
KABARNYATA.COM- DPR secara resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi undang-undang.
Pengesahan ini dilakukan dalam rapat paripurna DPR pada hari Selasa (3/10/2023).
Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, yang didampingi oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel.
“Dalam rapat ini, kami meminta pendapat dari setiap fraksi. Apakah RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” kata Dasco dalam rapat di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta. UU ASN ini mengakomodir skema gaji, jaminan sosial dan pendapatan ASN.
Dalam RUU ASN Bab 6, pemerintah menegaskan tidak adanya perbedaan hak dan kewajiban antara PNS dan PPPK, sehingga pegawai ASN berhak mendapat penghargaan dan pengakuan berupa material dan non material. Perubahan ini tentu berbeda dengan UU ASN sebelumnya yang masih membedakan penghasilan mereka yang berstatus PNS dan PPPK.
Selain itu, RUU ini mengubah komponen hak yaitu menjadi terdiri dari penghargaan dan pengakuan yang berasal dari penghasilan, penghargaan yang bersifat motivasi, tunjangan dan fasilitas jaminan sosial, lingkungan kerja, pengembangan diri, serta bantuan hukum.
Dalam draf RUU ASN 2023, Pasal 21 Ayat 2 menegaskan komponen penghargaan dan pengakuan pegawai ASN, terdiri atas penghasilan; penghargaan yang bersifat motivasi; tunjangan dan fasilitas; jaminan sosial; lingkungan kerja; pengembangan diri; dan bantuan hukum.
Dalam Ayat 3 ditegaskan bahwa penghasilan yang dimaksud, yaitu gaji dan upah.
Mengenai tunjangan, Pasal 21 Ayat 5 mengatur jenis tunjangan dan fasilitas menjadi dua, yaitu tunjangan dan fasilitas jabatan dan tunjangan dan fasilitas individu. Adapun, perihal jaminan dimuat dalam Pasal 21 Ayat 6.
Serupa dengan aturan sebelumnya, ASN mendapatkan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.
PHK massal Tidak ada dalam RUU ASN
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan terima kasih kepada DPR, khususnya Komisi II DPR, yang telah memberikan banyak masukan berarti di RUU ASN.
“Terima kasih kepada DPR dan semua pihak yang telah mempersembahkan pemikiran terbaik untuk RUU ASN ini, mulai dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD), akademisi, Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), asosiasi pemerintah daerah, kementerian/lembaga, forum tenaga non-ASN, hingga berbagai stakeholder terkait,” tuturnya.
Salah satu isu krusial dalam RUU ini adalah tersedianya payung hukum untuk penataan tenaga non-ASN (honorer) yang jumlahnya mencapai lebih dari 2,3 juta orang dengan mayoritas berada di daerah.
Berkat dukungan DPR, RUU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN, yaitu tidak boleh ada pemurusan hubugan kerja (PHK) massal yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal, ujar Anas.
Ada lebih dari 2,3 juta tenaga non-ASN. Kalau kita normatif, maka mereka tidak lagi bekerja pada November 2023. Disahkannya RUU ini memastikan semuanya aman dan tetap bekerja. Istilahnya, kita amankan dulu agar bisa terus bekerja, imbuhnya.
Anas mengatakan, akan terdapat perluasan skema dan mekanisme kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), sehingga bisa menjadi salah satu opsi dalam penataan tenaga honorer.
Nanti rincikan lewat peraturan pemerintah (PP), ujar mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut.
Anas menambahkan, beberapa prinsip krusial yang akan diatur di PP adalah tidak boleh ada penurunan pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini.
Sebab, kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan sangat signifikan.
“Pemerintah dan DPR menyatakan agar pendapatan tenaga non-ASN tidak menurun akibat adanya penataan ini. Langkah ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda, dan berbagai stakeholder lain untuk para tenaga non-ASN, ujar Anas.
Di sisi lain, lanjut Anas, pemerintah juga mendesain agar penataan ini tidak menimbulkan tambahan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah.(*)
Sumber : Tribun-Timur.