KABARNYATA, JAKARTA — Langkah kubu Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko yang menginstruksikan penasihat hukum Yusril Ihza Mahendra melakukan judicial review (JR) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) DPP Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) menjadi perdebatan. Apakah MA bisa melakukan JR terhadap AD/ART partai politik atau tidak?
Wakil Ketua Umum DPP Demokrat Benny Kabur Harman menilai, MA bakal menolak JR AD/ART yang dimintakan Yusril tersebut. Pasalnya, partai politik, seperti Partai Demokrat bukan lembaga dan badan negara. “Parpol dalam sistem ketatanegaraan kita jelas terang benderang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,” kata Benny dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (27/9).
Apabila kenyataannya MA mengabulkan gugatan AD/ART yang diajukan Yusril, maka Benny menilai MA malah melanggar aturan hukum yang ada. “MA jelas melabrak aturan hukum yang selama ini berlaku karena menyamakan begitu saja AD/ART parpol dengan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” ujar Benny.
Menurut Benny, langkah Yusril menggugat AD/ART Demokrat benar-benar menjadi teror di siang hari bolong untuk partai berlambang mercy tersebut. Dia melihat, mungkin saja untuk partai politik lainnya, narasinya terobosan hukum. Namun, di balik itu yang terasa adalah teror dengan menggunakan hukum sebagai alatnya. “Bayangkan, empat orang eks ketua DPC yng ikut hadir di Konggres Partai Demokrat V tahun 2020 yang lalu tiba-tiba sekarang tampil menjadi pemohon judicial review di MA dengan tuntutan tunggal, yakni perintahkan Menkumham cabut pengesahan AD/ART Partai Demokrat tahun 2020,” jelas anggota Komisi III DPR tersebut.