Kerumunan yang terjadi pada masa pandemi Covid-19 menyita perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kerumunan massa itu antara lain, penjemputan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Bandara Soekarno Hatta dan pernikahan putri Rizieq di Jakarta, serta kunjungan Rizieq ke Bogor.
Atas pembiaran kerumunan itu, Jokowi langsung memanggil Kapolri Jenderal Idham Azis ke Istana. Hal ini diungkap oleh Menko Polhukam Mahfud Md pada Senin, 16 November 2020.
Pada hari yang sama, Kapolri Idham Azis kemudian mencopot Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi. Keputusan itu tertuang di dalam Surat Telegram Nomor ST 3222/XI/Kep/2020 tanggal 16 November 2020.
Keduanya dicopot dari jabatannya, lantaran dianggap tidak menjalankan perintah menegakkan protokol kesehatan Covid-19 di wilayahnya.
“Bahwa ada dua Kapolda yang tidak melaksanakan perintah dalam menegakkan protokol kesehatan maka diberikan sanksi berupa pencopotan,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jaksel, Senin, 16 November 2020.
Sementara Kepala Biro Penerangan masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Polisi Awi Setiyono menegaskan bahwa seluruh jajaran kepolisian sebenarnya sudah dipedomani dengan Inpres Nomor 6 Tahun 2020. Dalam inpres tersebut sudah sangat jelas agar Polri bersama TNI bekerjasama dengan stakeholder lainnya untuk melakukan patroli pengawasan, penertiban, dan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan.
“Ini sudah jelas. Jadi saya sampaikan, dalam implementasi di lapangan, tentunya Polri di sana ada pemerintah pusat yang menangani Satgas Covid-19 sendiri, kemudian ada pemerintah daerah juga ada satgasnya, kemudian juga mempertimbangkan kearifan lokal, tentunya itu menjadi pertimbangan di lapangan, dan seluruhnya diserahkan kepada Kasatwil untuk melakukan penilaian itu,” kata Awi dalam konferensi persnya, Selasa (17/11/2020).
Komisioner Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indrarti menilai pencopotan dua kapolda tersebut harus menjadi pelajaran bagi anggota kepolisian lain dalam menegakkan aturan protokol kesehatan.
“Pencopotan kapolda ini harus menjadi pelajaran bagi yang lain agar bersikap tegas dan sesuai aturan hukum dalam melaksanakan protokol kesehatan,” kata Poengky kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Poengky menjelaskan, peran polri dalam mengatasi pandemi Covid-19 adalah membantu pemerintah, termasuk pemerintah daerah.
Di sisi lain, sebagai aparat negara yang bertugas melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat, polri bertanggungjawab terhadap terciptanya ketertiban masyarakat.
“Bagaimana caranya tertib kamtibmas dan perlindungan terhadap pandemi Covid-19 dapat dilakukan? Maka kapolda harus dapat berkoordinasi dengan baik dengan gubernur,” kata dia.
Kapolda, kata dia, juga harus memastikan tindakan preventif dan preemtif dilaksanakan dengan baik. Namun, jika tetap dilanggar barulah melakukan penegakan hukum.
Kompolnas melihat bahwa tindakan preventif dan preemtif kurang dilakukan di kedua polda tersebut saat terjadi kerumunan massa Rizieq Shihab.
Kepolisian, kata Poengky dalam melaksanakan tindakan preventif seharusnya mampu mendeteksi dan menganalisa keamanan, melakukan koordinasi dengan stakeholders dan para pengambil keputusan.
“Untuk preemtif misalnya melakukan patroli-patroli pencegahan kerumunan, tapi faktanya malah terkesan ada pembiaran atau kegamangan dari kepolisian, termasuk untuk melaksanakan penegakan hukum.
Oleh karena itu, kata Poengky, Kompolnas menilai pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat adalah bentuk sanksi tegas dari Kapolri. Apalagi sejak awal pandemi Covid-19, Kapolri sudah mengeluarkan Maklumat Kapolri yang menekankan solus popoli suprema lex esto atau keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi.
Perbesar
Khawatir Terjadi Kericuhan?
Sementara Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat oleh Kapolri Jenderal Idham Azis adalah tindakan yang tepat. Kelalaian yang dilakukan kepolisian, kata Netta terjadi sejak kedatangan Rizieq Shihab di Bandara Soekarno-Hatta.
“Dia membiarkan kerumunan massa itu. Padahal kan ada maklumat Kapolri tentang protokol kesehatan atau peraturan pemerintah tentang protokol kesehatan, tetapi itu tidak dijalankan,” kata Netta kepada Liputan6.com.
Netta menilai, saat itu polisi takut membubarkan massa FPI karena khawatir terjadi kericuhan.
“Tapi harusnya ada tindakan-tindakan lebih intelijen. Apalagi kan Kapolda Metro ini tokoh intelijen kepolisian harusnya bisa melakukan operasi intelijen untuk menghindari kegiatan kerumunan massa itu bukan membiarkan,” ujar Netta.
Peristiwa ini, kata Netta akan menjadi pelajaran bagi kapolres dan kapolda untuk bertindak tegas dan membubarkan semua kerumunan massa.
“Tetapi pertanyaannya berani nggak para kapolda, kapolri, kapolres itu menindak kalau anak menantu Jokowi membuat kerumunan, kan itu menjadi pertanyaannya,” ujar dia.
Bukan hanya kerumunan pendukung Rizieq Shihab saja, Netta berharap Presiden Jokowi dan Kapolri benar-benar konsisten menegakkan peraturan semua kerumunan massa itu harus dibubarkan.
“Tidak hanya kerumunan massa yang dilakukan Habib Rizieq tetapi juga dilakukan pilkada,” tandas Netta.
sumber : https://www.liputan6.com/news/read/4410497/headline-2-kapolda-dicopot-sanksi-penegak-hukum-biarkan-pelanggar-psbb-transisi